Darah Madura - Sejak berakhirnya production sharing contract (PSC) I pada 6 Mei 2011, komposisi saham working interest (WI) Blok West Madura Offshore (WMO) hingga sekarang belum ditetapkan. Dengan begitu, seluruh aset termasuk potensi penerimaan dari Blok WMO sementara dikuasai negara.
Terbentuknya kontrak baru yang yang disebut PSC Extension 2011 – 2031 per tanggal 6 Mei 2011, secara otomatis mengakhiri komposisi saham pada PSC I, 50 persen milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan sisanya dibagi rata untuk dua pihak asing; Cnooc dan Kodeco.
Belum jelasnya kompisisi saham dalam kontrak baru berdurasi 20 tahun itu, kini memicu silang pendapat dalam menginterpretasikan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 34 tahun 2004 terkait hak partisipasi daerah dalam pengelolaan blok minyak dan gas (migas) di Indonesia.
Kabupaten Bangkalan selaku daerah penghasil dengan PT Bangkalan Petrogas dan Kabupaten Gresik dengan PT Gresik Migas nya tengah berupaya mendapatkan hak WI Blok WMO. Kedua BUMD tersebut kini bersinergi dengan sebutan PT Gerbang Oil dan Gas Jatim WMO. Bahkan, pihak asing Kodeco yang sudah ‘kenyang’ selama 30 tahun (1981 – 2011) masih berpeluang kembali memperoleh komposisi saham WI Blok WMO.
“Kalau lah memang Kodeco masih diberi porsi 10 persen sesuai hasil rapat instansi terkait, maka porsi antara pemerintah pusat (BUMN) dan daerah (BUMD) sebesar 90 persen,” tutur Komisaris PT Gerbang Oil dan Gas Jatin WMO Bukhari, di hadapan sejumlah jurnalis RM Sri Rejeki Bangkalan saat berbuka bersama.
Bukhari mengemukakan, dengan komposisi seperti itu, maka daerah akan mendapatkan porsi sebesar 20,7 persen. Sedangkan pemerintah pusat melalui PT PHE mendapatkan 69,30 persen. “Penerapan Undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah benar-benar dapat diimplemetasikan,” urainya.
Komposisi tersebut, lanjut Bukhari, sudah disampaikan kepada Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Ada lampu hijau dari ESDM. Sudah dipertimbangkan permintaan daerah sebesar 10 hingga 20 persen,” paparnya.
Menurutnya, porsi 20,7 persen tersebut merupakan komposisi dan solusi yang tepat dan lugas guna mengakhiri polemik komposisi saham WI Blok WMO. “Sudahlah, kita kembali aja kepada hakekat UUD 45 pasal 33 ayat 3. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” paparnya.
Selain itu, terkait dengan pengelolaan Blok WMO, Kabupaten Bangkalan dan Gresik yang terkena dampak langsung dari kegiatan dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi menginginkan hak WI dilakukan secara government to government atau ‘G to G’. “Bukan dengan skema ‘B to B’ (business to business) atau farm in seperti yang diusulkan kepada daerah selama ini,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan kajian Pusat Studi Kebijakan Anggaran (Pusaka) Jatim, sudah sepatutnya WI Blok WMO sebesar 10 persen diterima PT Bangkalan Petrogas sebagai daerah penghasil sekaligus pemilik lahan. “Sungguh ironis jika Bangkalan tidak mendapatkan apa-apa. Perampasan hak Kabupaten Bangkalan secara halus,” ungkap Direktur Pusaka Jatim Aliman Haris.
Ya dg selamat semangat otonomi daerah, seharusnya pengelolaan SDA dibagi dg sharing prosentase yang 'pantas'. Artinya, dimana SDA itu di-eksplorasi dan dikelola maka daerah-daerah itu pula berhak memiliki share lebih demi kesejahteraan masyarakat setempat.
Ingat, kue pembangunan itu hrs merata. Tidak hanya dinikmati segelintir orang atau kelompok tertentu apalagi dinikmati oleh pusat saja. (Ac/ Mad Topek)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar